Kepala Sekolah/Madrasah sebagai agen pembaharuan


  1. Pendahuluan
Keberhasilan dan kegagalan pembaharuan tidak dapat dilepaskan dari peranan kepala sekolah/madrasah. Kepala madrasah bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan sekolah/madrasah (Gorton, 1976:4). Maka dari itu, keberhasilan dan kegagalan implementasi suatu program pembaharuan pembelajaran di sekolah/madrasah, juga menjadi tanggung jawab kepala sekolah/madrasah (Gorton, 1976:244).
Peranan penting kepala sekolah/madrasah dalam tercapainya keberhasilan pembaharuan dikemukakan oleh beberapa penulis. DeRoche, (1985:24), bertolak dari beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) kepemimpinan sekolah/madrasah yang efektif berasal dari kepala sekolah/madrasah yang mampu menciptakan perubahan, (2) tanpa keterlibatan guru dan kepala sekolah/madrasah secara langsung dan berkesinambungan dalam pembaharuan, perubahan-perubahan yang signifikan tidak pernah terjadi, (3) kepala sekolah/madrasah dan guru- guru, harus mengubah keterampilan, kebiasaan dan sikapnya apabila organisasi sekolah/madrasah ingin berubah.[1]
Hoyle dalam Nicholls, (1983: 47), dalam pandangannya juga menyatakan bahwa kepala sekolah/madrasah memiliki otoritas untuk mengenalkan pembaharuan di sekolah. Kepala sekolah/madrasah mampu melihat sekolah/madrasah secara keseluruhan, mampu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan akan pembaharuan, dan dapat mengontrol sumber daya yang dimiliki untuk mengimplementasikan pembaharuan. Kepala sekolah/madrasah tidak saja mampu memprakarsai pembaharuan, tetapi juga mampu memberikan dukungan yang diperlukan guru secara individual atau kelompok dalam implementasi pembaharuan. Demikian pula, Mac Donald dan Rudduck dalam Nicholls, (1983: 47) menyatakan, kepala sekolah/madrasah merupakan figur kunci untuk memahami pembaharuan agar supaya dapat membuat keputusan yang tepat dalam implementasi pembaharuan dan dapat menyiapkan kemampuan guru untuk implementasi pembaharuan. Beberapa penulis seperti: Hoyles; Richardson, dalam Nicholls, (1983: 47) mengakui pentingnya dukungan kepala sekolah/madrasah tersebut dalam implementasi pembaharuan.[2]
  1. Rumusan Masalah
1)      Bagaimana konsep pembaharuan/inovasi pendidikan?
2)      Bagaimana konsep agen pembaharuan?
3)      Bagaimana peran kepala madrasah sebagai agen pembaharuan?
  1. Pembahasan
  1. Konsep Pembaharuan/Inovasi Pendidikan
Inovasi berasal dari bahasa Inggris innovation yang berarti segala hal yang baru atau pembaharuan. Ada beberapa pendapat tentang pengertian inovasi tersebut.  Rosabeth Kanter (1986) inovasi adalah sebuah hasil karya pemikiran baru yang diterapkan dalam kehidupan manusia.[3] Rogers (1983) memberikan pengertian inovasi tersebut sebagai suatu gagasan, teknik-teknik, atau praktik atau benda yang disadari dan diterima oleh seseorang atau suatu kelompok untuk diadopsi. Robbins (1994) memberi pengertian terhadap inovasi sebagai suatu gagasan yang baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk, proses, dan jasa. Freedman (1988) memberikan pengertian inovasi sebagai suatu proses pengimplementasian ide-ide baru dengan mengubah konsep kreatif menjadi suatu kenyataan.  Sedangkan Lena Ellitan dan Lina Anatan (2009) memberikan pengertian inovasi sebagai sistem aktivitas organisasi yang mentransformasi teknologi mulai dari ide sampai komersialisasi.[4]
Jadi dari beberapa pengertian inovasi tersebut dapat diketahui bahwa inovasi adalah suatu proses memikirkan dan mengimplementasikan pemikiran tersebut, sehingga menghasilkan hal baru berbentuk produk, jasa, proses, cara baru, kebijakan, dan inovasi sistem manjerial.[5]
Disamping istilah inovasi terdapat juga beberapa istilah lainya yang mempunyai hubungan dan makna yang sama dengan inovasi seperti misalnya diskoferi dan invensi. Diskoferi  adalah  suatu penemuan  sesuatu yang sebenarnya ada atau hal tersebut sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Contohnya seperti Newton menemukan hukum Gravitasi Bumi, yang sebenarnya gaya tarik bumi tersebut sudah ada sejak lama, Columbus yang menemukan Benua Amerika tahun 1942, yang sebenarnnya benua tersebut sudah ada, hanya karena Columbus yang menemukan pertama.
Invensi adalah suatu penemuan baru yang benar-benar baru sebagai hasil rekayasa manusia. Manusia melalui pengalamannya, pengamatannya, dan konsistensinya dalam mempelajari atau menelaah sesuatu sampai kepada suatu bentuk model diakui orang lain sebagai sesuatu yang baru, seperti misal teori-teori belajar, arsitektur unik, mode pakaian, teknologi bangunan.
Dari beberapa pengertian inovasi tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-teknik, metode-metode,  atau praktik yang diamati, disadari, dirasakan, diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok sebagai hasil diskoferi dan invensi.[6]
Demikian juga dalam konteks sosial inovasi juga diberikan pengertian tersendiri, seperti misalnya Zaltman dan Duncan (1973) memberikan pengertian inovasi dalam konteks sosial sebagai berikut, inovasi adalah perubahan sosial yang digunakan untuk  mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Drucker (1995) memberikan pengertian inovasi sebagai perubahan sosial yang di dalamnya mencakup  dimensi proses kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada pembaharuan, dan memiliki nilai tambah. 
Inovasi dalam suatu perubahan sosial akan mengalami tiga tahapan, yaitu invensi, difusi, dan konsekwensi. Ketiga tahapan tersebut Rogers (1983) menjelaskan sebagai berikut. Invensi adalah suatu tahapan ketika ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, difusi adalah suatu  tahapan proses ketika ide-ide baru dikomunikasikan pada sistem sosial, dan konsekwensi adalah suatu tahapan ketika perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari penerimaan atau penolakan ide-ide baru, dan secara totalitas dan perubahan sosial tersebut merupakan hasil komunikasi.
Demikian juga dalam bidang pendidikan sebagai bagian dari suatu sistem sosial inovasi pendidikan diberikan pengertian sebagai suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seorang atau kelompok orang atau masyarakat baik berupa hasil invensi atau diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan (Ibrahim. 1988). Pendidikan sebagai suatu sistem mencakup beberapa komponen. Dengan demikian inovasi tersebut dapat dilakukan terhadap setiap komponen sistem pendidikan tersebut yang sudah tentunya dalam inovasi tersebut disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan sistem pendidikan (Miles. 1964). Miles lebih lanjut menjelaskan beberapa komponen sistem pendidikan yang bisa dilakukan inovasi adalah sebegai berikut di bawah ini.[7]
Pertama, pembinaan personalia. Pendidikan yang merupakan bagian dari sistem sosial tentu menentukan personal sebagai komponen sistem. Inovasi yang sesuai dengan komponen personal misalnya: peningkatan mutu guru, sistem kenaikan pangkat, sistem atau model pembelajaran guru, dan lain-lainnya.
Kedua, banyaknya personalia dan wilayah kerja. Sistem sosial menjelaskan tentang berapa jumlah personalia yang terikat dalam sistem serta dimana wilayah kerjanya. Inovasi pendidikan yang relevan dengan aspek ini, misalnya berapa rasio guru dengan murid dalam suatu sekolah. Dalam sekolah yang menganut sistem pamong misalnya diperkenalkan inovasi 1 guru: 200 murid, di Amerika Serikat misalnya 1:27 orang murid, perubahahan luasnya wilayah kepemilikan, dan sebaginya.[8]
Ketiga, fasilitas pisik. Sistem sosial termasuk juga sistem pendidikan mendaya-gunakan berbagai sarana dan hasil teknologi untuk mencapai tujuan. Inovasi pendidikan yang sesuai dengan komponen ini, misalnya perubahan tempat duduk, perubahan pengaturan dinding ruangan, kelengkapan laboratorium, laboratorium bahasa, penggunaan CCTV, televisi siaran dan sebaginya.
Keempat, penggunaan waktu. Suatu sistem pendidikan akan memiliki perencanaan penggunaan waktu. Inovasi yang relevan dengan komponen ini adalah pengaturan waktu belajar sistem semester, catur wulan, pembuatan jadwal pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih waktu sesuai dengan keperluannya, dan sebaginya.
Kelima, perumusan tujuan. Sistem pendidikan memiliki rumusan tujuan yang jelas. Inovasi yang relevan dengan komponen ini  misalnya perubahan perumusan tujuan tiap jenis  sekolah, perumusan tujuan pendidikan nasional, dan lain sebaginya.
Keenam, prosedur. Sistem pendidikan mempunyai sistem atau prosedur dalam mencapai tujuan. Inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya, penggunaan kurikulum baru, cara membuat persiapan mengajar, pengajaran individual, dan pengajaran kelompok, dan sebagainya.
Ketujuh, peran yang diperlukan. Dalam sistem pendidikan mempunyai diperlukan kejelasan peran yang diperlukan untuk memperlancar jalannya mencapai tujuan. Inovasi yang relevan dalam hal ini adalah peran guru sebagai pemakai media, maka memerlukan keterampilan menggunakan berbagai macam media, peran guru sebagai pengelola kegiatan kelompok, guru sebagai anggota team teaching, dan sebagainya.
Kedelapan, wawasan dan perasaan. Dalam interaksi sosial biasanya dikembangkan suatu wawasan dan perasaan tertentu yang akan menunjang kelancaran dalam melaksanakan tugas. Kesamaan wawasan dan perasaan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan akan mempercepat tercapainya tujuan. Inovasi yang relevan dengan bidang ini seperti misalnya wawasan pendidikan seumur hidup, wawasan pendekatan keterampilan proses, perasaan cinta pada pada pekerjaan sebagai guru, kesediaan berkorban, kesabaran sangat menunjang pelaksanaan kurikulum yang disempurnakan, dan sebagainya.
Kesembilan, bentuk hubungan antar bagian. Dalam sistem pendidikan diperlukan adanya kejelasan hubungan antar bagian atau mekanisme kerja antar bagian dalam kegiatan untuk mencapai tujuan. Inovasi yang relevan dengan komponen ini misalnya, didakannya perubahan  pembagian tugas antar seksi di kantor depdikbud, di perguruan tinggi, fakultas, biro pengadministrasi nilai mahasiswa, dan sebagainya.[9]
Kesepuluh, hubungan sistem yang lain. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam beberapa hal harus berhubungan atau bekerja sama dengan sistem yang lain. Inovasi yang relevan dengan bidang ini misalnya: dalam pelaksanaan usaha kesehatan sekolah perlu bekerja sama dengan departemen kesehatan, dalam pelaksanaan KKN harus kerjasama dengan pemerintah daerah setempat, dan sebagainya.
Kesebelas, strategi. Strategi yang dimaksud disini adalah tahap-tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan inovasi pendidikan. Adapun macam dan pola strategi yang digunakan akan sangat sukar untuk diklasifikasikan, tetapi secara kronologi biasanya menggunakan pola urutan sebagai: (1) desain, ditemukannya suatu inovasi dengan perencanaan penyebarannya berdasarkan suatu penelitian dan observasi atau hasil penilain terhadap pelaksanaan sistem pendidikan yang sudah ada, (2) kesadaran dan perhatian, suatu potensi yang sangat menunjang berhasilnya inovasi ialah adanya kesadaran dan perhatian sasaran inovasi baik untuk individu maupun kelompok akan perlunya inovasi. Bedasarkan kesadaran  tersebut mereka akan berusaha mencari informasi tentang inovasi, (3) evaluasi, para sasaran inovasi mengadakan penilaian terhadap inovasi tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan, tentang kemungkinan dapat terlaksananya sesuai dengan kondisi dan situasi, pembiayaannya dan sebagainya, (4) percobaan, para sasaran inovasi mencoba menerapkan inovasi untuk membuktikan apakah memang benar inovasi yang telah dinilai baik tersebut dapat diterapkan seperti yang diharapkan. Jika ternyata berhasil maka inovasi akan diterima dan dilaksanakan dengan sempurna strategi inovasi yang telah direncanakan.[10]
  1. Konsep Agen Pembaharuan
Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen perubahan. Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. Menurut Soekanto (1992: 273), pihak- pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.[11]
Havelock (1995) mengemukakan bahwa agen pembaharu adalah orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi berencana. Ibrahim (1988: 100) mengemukakan bahwa agen pembaharu (change agent) ialah orang yang bertugas mempengaruhi klien agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh pengusaha pembaharu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Rogers (1983: 313) bahwa: An wide variety of occupations fit our definition of change agent: teacher, consultants, public health workers, agricultural extention agents, development workers, sales people, and many other. All of these change agents provide a communication link between a resource system of some kind (commonly called a change agency) and a client system. Dari pengertian tersebut mencakup berbagai macam pekerjaan seperti: guru, konsultan, penyuluh kesehatan, penyuluh keluarga berencana, penyuluh pertanian, dan sebagainya, disebut sebagai agen inovasi.
Tugas utama agen pembaharu adalah melancarkan jalannya arus inovasi dari pengusaha pembaharu ke klien. Dalam dunia pendidikan peran ini bisa dilakukan oleh guru sebagai penerus inovasi dari kepala sekolah, bahkan kepala sekolah sebagai penerus dari kebijakan Dinas Pendidikan. Fungsi utama agen pembaharu adalah sebagai penghubung antara pengusaha pembaharu (change agency), dengan klien (client), dengan tujuan agar inovasi dapat diterima (diterapkan oleh klien sesuai dengan keinginan pengusaha pembaharu (Ibrahim, 1988: 102). Kunci utama diterima atau tidaknya inovasi tergantung dari proses komunikasi yang dilakukan oleh agen pembaharu dengan klien.[12]
Agen pembaharu harus mampu menjalin hubungan baik dengan pengusaha pembaharuan dan juga dengan system klien. Adanya kesenjangan heterophily pada kedua sisi agen pembaharu dapat menimbulkan masalah dalam komunikasi. Sebagai penghubung antara kedua system yang berbeda sebaiknya agen pembaharu bersikap marginal, ia berdiri dengan satu kaki pada pengusaha pembaharu dan satu kaki yang lain pada klien. Keberhasilan agen pembaharu dalam melancarkan proses komunikasi antara pengusaha pembaharu dengan klien, merupakan kunci keberhasilan proses difusi inovasi. Selain itu agen pembaharu melakukan seleksi informasi untuk dapat disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan klien.
  1. Kepala Madrasah Sebagai Agen Pembaharuan
Kepala sekolah/madrasah pada dasarnya adalah seorang pemimpin pendidikan di sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan maka dituntut untuk memiliki kemampuan mempengaruhi membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, serta membina dengan maksud agar bawahan sebagai media manajemen dalam hubungan ini guru-guru mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.[13]
Berbagai hal yang dapat dilakukan oleh seorang kepala sekolah untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan di sekolah diantaranya adalah melakukan pembaharuan manajemen di sekolahnya atau melakukan pembaharuan dalam bidang administrasi pendidikan. Danim (2002) menjelaskan dengan mengutip pendapatnya Coombs bahwa pembaharuan dalam bidang pendidikan harus diawali dengan revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Ini berarti sekolah harus dikelola dengan administrasi yang inovatif. Kepala sekolah atau pemimpin pendidikan yang ingin atau akan sukses dituntut untuk mengadakan inovasi sehingga mampu menampung dinamika perkembangan yang terjadi di luar sistem pendidikan. Dengan demikian fungsi pemimpin dalam melakukan pembaharuan atau inovasi adalah (a) fungsi tanggap terhadap terhadap inovasi, (b ) fungsi mengharmoniskan atau mengkomplementasikan atau fungsi pembinaan, dan (c) fungsi pengarahan (Muhadjir. 1983). Lebih lanjut Muhadjir juga menjelaskan bahwa dalam hubungannya dengan fungsi pemimpin dalam melakukan pembaharuan tersebut ada dua macam. Pemimpin yang cepat-cepat tanggap terhadap inovasi, dan pemimpin tidak tanggap terhadap inovasi. Pemimpin yang cepat-cepat tanggap terhadap inovasi disebutnya dengan pemimpin adopsi inovasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin, hendaknya menjadi pemimpin adopsi inovasi, lebih dari itu seorang kepala sekolah dalam melakukan inovasi dituntut untuk berani mengambil resiko, proaktif, dan komitmen pada tugasnya.
Tugas lainnya yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai inovator adalah membantu kelancaran jalannya arus inovasi dari pemerintah, oleh para ahli, para kepala sekolah, atau guru yang senior terhadap kliennya atau guru-guru junior yang lainnya. Kelancaran jalannya proses arus inovasi atau komunikasi inovasi tersebut terjadi apabila inovasi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari kliennya atau sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Ibrahim (1988) dengan mengutip pendapatnya Rogers menjelaskan bahwa untuk berhasilnya seorang kepala sekolah melaksanakan pembaharuan atau inovasi, maka kepala sekolah tersebut supaya berpedoman pada beberapa faktor.[14]
Pertama, kegigihan yang dilakukan oleh kepala sekolah yang terlihat dari banyaknya bawahannya yang dihubungi untuk berkomunikasi, banyaknya waktu yang digunakan, ketepatan memilih waktu, banyaknya keaktifan yang dilakukan dalam proses inovasi. Keberhasilan pembaharuan kepala sekolah akan berhubungan positif dengan besarnya usaha mengadakan kontak dengan bawahannya. 
Kedua, orientasi pada bawahan. Posisi kepala sekolah harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keberhasilan pembaharuan dalam pendidikan di sekolahnya, di satu sisi ia juga bekerja bersama dan untuk memenuhi kepentingan bawahannya. Kepala sekolah/madrasah harus mengambil kebijakan yang berorientasi pada bawahan, menunjukkan keakraban dengan bawahannya, memperhatikan kebutuhan bawahan, sehingga akan memperoleh kepercayaan yang besar dari bawahan. Dengan demikian keberhasilan kepala sekolah melaksanakan pembaharuan berhubungan positif dengan orientasi pada bawahan dari pada berhubungan dengan pemerintah sebagai penentu kebijakan inovasi.
Ketiga, Sesuai dengan kebutuhan bawahan. Banyak terbukti usaha inovasi gagal karena tidak mendasarkan pada kebutuhan bawahan, tetapi lebih mengutamakan pada target inovasi sesuai dengan kehendak pemerintah sebagai pembuatan kebijakan inovasi. Sehingga keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan pembaharuan akan berhubungan dengan kesesuaian program difusi dengan kebutuhan bahawan.
Keempat, emphati. Kepala sekolah apabila dapat bersikap emphati dalam melaksanakan komunikasi dengan bawahannya akan sangat mempengaruhi efektifitas komunikasinya. Komunikasi yang efektif akan lebih memudahkan menerima suatu inovasi.
Kelima, homophily. Homophily adalah pasangan individu yang berinteraksi dengan memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama misalnya dalam bahasa, kepercayaan, adat istiadat. Biasanya agen pembaruan akan lebih suka komunikasi dengan bawahan yang memiliki persamaan dengan dia.[15]
Keenam, kontak kepala sekolah dengan bawahannya yang berstatus lebih rendah. Sebenarnya bawahan yang lebih rendah kemampuan ekonominya, bawahan yang lebih rendah pendidikannya, harus lebih banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari kepala sekolah.
Ketujuh, para profesional. Pembantu para profesional ialah orang yang bertugas membantu kepala sekolah agar terjadi hubungan dengan bawahan yang berstatus lebih rendah. Pembantu para profesional dari segi pengetahuan tentang pembaharuan dan teknik penyebaran inovasi kurang dari kepala sekolah. Tetapi dia akan lebih dekat dengan bawahan sehingga memungkinkan untuk kontak secara lebih banyak.
Kedelapan, kepercayaan bawahan terhadap kepala sekolah. Pembantu agen pembaharu kurang memperoleh kepercayaan dari bawahan, jika ditinjau dari kompetensi profesional karena memang ia bukan profesional. Tetapi pembantu para kepala sekolah memiliki kepercayaan dari bawahannya karena adanya hubungan yang lebih akrab sehingga tidak timbul kecurigaan. Bawahan akan percaya kepada pembantu kepala sekolah karena keyakinannya akan membawa kebaikan bagi dirinya yang disebut kepecayaan keselamatan.
Kesembilan, kemampuan bawahan untuk menilai inovasi. Salah satu keunikan kepala sekolah dalam inovasi adalah memiliki kemampuan teknik yang menyebabkan ia berwewenang untuk bertindak sesuai dengan keahliannya. Namun untuk dapat berhasil inovasi tersebut bawahan dituntut untuk memiliki kemampuan teknik dan kemampuan dalam menilai potensi inovasi yang dicapainya sendiri.[16]
Kepala sekolah/madrasah sebagai agen pembaharuan, berperan penting dalam pengembangan pembelajaran. Tugas pokok dalam pengembangan pembelajaran adalah menilai efektivitas program, mengkaji, pengembangkan dan mengimplementasikan program-program pengembangan (Gorton, 1976:215). Sebagai agen pembaharuan, tugas kepala sekolah/madrasah dalam pembaharuan adalah mendiagnosis kebutuhan pembaharuan, mengembangkan dan menyeleksi pembaharuan, memberikan orientasi kepada guru-guru, mengantisipasi masalah dan resistensi terhadap perubahan, implementasi pembaharuan, dan mengevaluasi implementasi pembaharuan dan perbaikan jika diperlukan, (Gorton, 1976: 68).[17]


  1. Analisis
Kepala sekolah sebagai agen pembaharuan, berperan penting dalam mengembangkan sebuah lembaga pendidikan. Berbagai hal yang dapat dilakukan oleh seorang kepala sekolah/madrasah untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan di sekolah diantaranya adalah melakukan pembaharuan manajemen di sekolahnya atau melakukan pembaharuan dalam bidang administrasi pendidikan.
Pembaharuan dalam bidang pendidikan diawali dengan revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Ini berarti sekolah harus dikelola dengan administrasi yang inovatif. Kepala sekolah atau pemimpin pendidikan yang ingin atau akan sukses dituntut untuk mengadakan inovasi sehingga mampu menampung dinamika perkembangan yang terjadi di luar sistem pendidikan. Fungsi pemimpin dalam melakukan pembaharuan atau inovasi adalah fungsi tanggap terhadap inovasi, fungsi mengharmoniskan atau mengimplementasikan atau fungsi pembinaan, dan fungsi pengarahan.
Sebagai agen pembaharuan, tugas kepala sekolah/madrasah dalam pembaharuan; mendiagnosis kebutuhan pembaharuan, mengembangkan dan menyeleksi pembaharuan, memberikan orientasi kepada guru-guru, mengantisipasi masalah dan resistensi terhadap perubahan, implementasi pembaharuan, dan mengevaluasi implementasi pembaharuan dan perbaikan jika diperlukan.






  1. Kesimpulan
Inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-teknik, metode-metode,  atau praktik yang diamati, disadari, dirasakan, diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok sebagai hasil diskoferi dan invensi. Dalam konteks sosial inovasi diberikan pengertian sebagai perubahan sosial yang digunakan untuk  mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Perubahan sosial tersebut dalamnya mencakup  dimensi proses kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada pembaharuan, dan memiliki nilai tambah.
Agen pembaharu adalah sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen perubahan. Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. pihak- pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sebagai agen pembaharuan, tugas kepala sekolah/madrasah dalam pembaharuan; mendiagnosis kebutuhan pembaharuan, mengembangkan dan menyeleksi pembaharuan, memberikan orientasi kepada guru-guru, mengantisipasi masalah dan resistensi terhadap perubahan, implementasi pembaharuan, dan mengevaluasi implementasi pembaharuan dan perbaikan jika diperlukan.


[3] Djamaluddin, Ancok. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi,(Jakarta: Erlangga), 2012. Hlm 34
[5] Djamaluddin, Ancok. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi,(Jakarta: Erlangga), 2012. Hlm 35

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWAL MULA PERMAINAN FUTSAL