Kepala Sekolah/Madrasah sebagai agen pembaharuan
- Pendahuluan
Keberhasilan dan kegagalan
pembaharuan tidak dapat dilepaskan
dari
peranan kepala sekolah/madrasah. Kepala madrasah bertanggung jawab terhadap pencapaian
tujuan sekolah/madrasah
(Gorton, 1976:4).
Maka
dari itu, keberhasilan
dan
kegagalan implementasi suatu
program pembaharuan pembelajaran di sekolah/madrasah, juga menjadi tanggung jawab kepala
sekolah/madrasah (Gorton,
1976:244).
Peranan penting
kepala sekolah/madrasah
dalam tercapainya keberhasilan
pembaharuan
dikemukakan oleh beberapa penulis. DeRoche, (1985:24), bertolak dari beberapa hasil
penelitian
menyimpulkan
bahwa
(1) kepemimpinan
sekolah/madrasah yang efektif
berasal dari kepala sekolah/madrasah yang mampu menciptakan perubahan, (2) tanpa
keterlibatan guru dan
kepala sekolah/madrasah
secara langsung dan
berkesinambungan dalam pembaharuan, perubahan-perubahan yang signifikan tidak pernah terjadi, (3)
kepala sekolah/madrasah
dan
guru- guru, harus mengubah keterampilan, kebiasaan
dan sikapnya apabila organisasi sekolah/madrasah ingin berubah.[1]
Hoyle dalam Nicholls, (1983: 47), dalam pandangannya juga
menyatakan
bahwa
kepala sekolah/madrasah
memiliki otoritas untuk mengenalkan pembaharuan di
sekolah. Kepala sekolah/madrasah
mampu melihat
sekolah/madrasah secara keseluruhan, mampu mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan akan pembaharuan, dan dapat mengontrol
sumber daya yang
dimiliki untuk mengimplementasikan pembaharuan. Kepala sekolah/madrasah tidak saja mampu
memprakarsai pembaharuan, tetapi juga mampu memberikan dukungan yang diperlukan guru secara individual atau
kelompok dalam implementasi pembaharuan. Demikian pula,
Mac Donald dan Rudduck dalam Nicholls, (1983:
47) menyatakan, kepala
sekolah/madrasah merupakan figur kunci untuk memahami pembaharuan agar supaya
dapat membuat keputusan yang tepat dalam implementasi pembaharuan dan dapat menyiapkan
kemampuan
guru
untuk implementasi pembaharuan. Beberapa penulis seperti: Hoyles; Richardson, dalam Nicholls, (1983: 47) mengakui pentingnya dukungan kepala sekolah/madrasah tersebut dalam implementasi pembaharuan.[2]
- Rumusan
Masalah
1)
Bagaimana konsep pembaharuan/inovasi
pendidikan?
2)
Bagaimana konsep agen pembaharuan?
3)
Bagaimana peran kepala madrasah
sebagai agen pembaharuan?
- Pembahasan
- Konsep Pembaharuan/Inovasi
Pendidikan
Inovasi berasal dari bahasa Inggris innovation yang
berarti segala hal yang baru atau pembaharuan. Ada beberapa pendapat tentang
pengertian inovasi tersebut. Rosabeth Kanter (1986) inovasi adalah
sebuah hasil karya pemikiran baru yang diterapkan dalam kehidupan manusia.[3] Rogers (1983) memberikan pengertian inovasi tersebut sebagai suatu gagasan,
teknik-teknik, atau praktik atau benda yang disadari dan diterima oleh
seseorang atau suatu kelompok untuk diadopsi. Robbins (1994) memberi pengertian
terhadap inovasi sebagai suatu gagasan yang baru yang diterapkan untuk
memprakarsai atau memperbaiki suatu produk, proses, dan jasa. Freedman (1988)
memberikan pengertian inovasi sebagai suatu proses pengimplementasian ide-ide
baru dengan mengubah konsep kreatif menjadi suatu
kenyataan. Sedangkan Lena Ellitan dan Lina Anatan (2009) memberikan
pengertian inovasi sebagai sistem aktivitas organisasi yang mentransformasi
teknologi mulai dari ide sampai komersialisasi.[4]
Jadi dari beberapa pengertian
inovasi tersebut dapat diketahui bahwa inovasi adalah suatu proses memikirkan
dan mengimplementasikan pemikiran tersebut, sehingga menghasilkan hal baru
berbentuk produk, jasa, proses, cara baru, kebijakan, dan inovasi sistem
manjerial.[5]
Disamping istilah inovasi
terdapat juga beberapa istilah lainya yang mempunyai hubungan dan makna yang
sama dengan inovasi seperti misalnya diskoferi dan invensi. Diskoferi adalah suatu
penemuan sesuatu yang sebenarnya ada atau hal tersebut sudah ada,
tetapi belum diketahui orang. Contohnya seperti Newton menemukan hukum Gravitasi
Bumi, yang sebenarnya gaya tarik bumi tersebut sudah ada sejak lama, Columbus
yang menemukan Benua Amerika tahun 1942, yang sebenarnnya benua tersebut sudah
ada, hanya karena Columbus yang menemukan pertama.
Invensi adalah suatu penemuan
baru yang benar-benar baru sebagai hasil rekayasa manusia. Manusia melalui
pengalamannya, pengamatannya, dan konsistensinya dalam mempelajari atau
menelaah sesuatu sampai kepada suatu bentuk model diakui orang lain sebagai
sesuatu yang baru, seperti misal
teori-teori belajar, arsitektur unik, mode pakaian, teknologi bangunan.
Dari beberapa pengertian inovasi
tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa
inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-teknik,
metode-metode, atau praktik yang diamati, disadari, dirasakan,
diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok
sebagai hasil diskoferi dan invensi.[6]
Demikian juga dalam konteks
sosial inovasi juga diberikan pengertian tersendiri, seperti misalnya Zaltman
dan Duncan (1973) memberikan pengertian inovasi dalam konteks sosial sebagai
berikut, inovasi adalah perubahan sosial yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah
tertentu. Drucker (1995) memberikan pengertian inovasi sebagai perubahan sosial
yang di dalamnya mencakup dimensi proses kreatif, adanya perubahan,
mengarah kepada pembaharuan, dan memiliki nilai tambah.
Inovasi dalam suatu perubahan
sosial akan mengalami tiga tahapan, yaitu invensi, difusi, dan konsekwensi.
Ketiga tahapan tersebut Rogers (1983) menjelaskan sebagai berikut. Invensi
adalah suatu tahapan ketika ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, difusi
adalah suatu tahapan proses ketika ide-ide baru dikomunikasikan pada
sistem sosial, dan konsekwensi adalah suatu tahapan ketika perubahan-perubahan
yang terjadi dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari penerimaan atau
penolakan ide-ide baru, dan secara totalitas dan perubahan sosial tersebut
merupakan hasil komunikasi.
Demikian juga dalam bidang
pendidikan sebagai bagian dari suatu sistem sosial inovasi pendidikan diberikan
pengertian sebagai suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati
sebagai hal yang baru bagi seorang atau kelompok orang atau masyarakat baik
berupa hasil invensi atau diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan (Ibrahim. 1988). Pendidikan
sebagai suatu sistem mencakup beberapa komponen. Dengan demikian inovasi
tersebut dapat dilakukan terhadap setiap komponen sistem pendidikan tersebut
yang sudah tentunya dalam inovasi tersebut disesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan sistem pendidikan (Miles. 1964). Miles lebih lanjut menjelaskan
beberapa komponen sistem pendidikan yang bisa dilakukan inovasi adalah sebegai
berikut di bawah ini.[7]
Pertama, pembinaan personalia. Pendidikan yang merupakan bagian dari sistem sosial
tentu menentukan personal sebagai komponen sistem. Inovasi yang sesuai dengan
komponen personal misalnya: peningkatan mutu guru, sistem kenaikan pangkat,
sistem atau model pembelajaran guru, dan lain-lainnya.
Kedua, banyaknya personalia dan wilayah kerja. Sistem sosial menjelaskan tentang
berapa jumlah personalia yang terikat dalam sistem serta dimana wilayah
kerjanya. Inovasi pendidikan yang relevan dengan aspek ini, misalnya berapa
rasio guru dengan murid dalam suatu sekolah. Dalam sekolah yang menganut sistem
pamong misalnya diperkenalkan inovasi 1 guru: 200 murid, di Amerika Serikat
misalnya 1:27 orang murid, perubahahan luasnya wilayah kepemilikan, dan sebaginya.[8]
Ketiga, fasilitas pisik. Sistem sosial termasuk juga sistem pendidikan
mendaya-gunakan berbagai sarana dan hasil teknologi untuk mencapai tujuan.
Inovasi pendidikan yang sesuai dengan komponen ini, misalnya perubahan tempat
duduk, perubahan pengaturan dinding ruangan, kelengkapan laboratorium,
laboratorium bahasa, penggunaan CCTV, televisi siaran dan sebaginya.
Keempat, penggunaan waktu. Suatu sistem pendidikan akan memiliki perencanaan
penggunaan waktu. Inovasi yang relevan dengan komponen ini adalah pengaturan
waktu belajar sistem semester, catur wulan, pembuatan jadwal pelajaran yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih waktu sesuai dengan keperluannya,
dan sebaginya.
Kelima, perumusan tujuan. Sistem pendidikan memiliki rumusan tujuan yang jelas.
Inovasi yang relevan dengan komponen ini misalnya perubahan
perumusan tujuan tiap jenis sekolah, perumusan
tujuan pendidikan nasional, dan lain sebaginya.
Keenam, prosedur. Sistem pendidikan mempunyai sistem atau prosedur dalam mencapai
tujuan. Inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya, penggunaan
kurikulum baru, cara membuat persiapan mengajar, pengajaran individual, dan
pengajaran kelompok, dan sebagainya.
Ketujuh, peran yang diperlukan. Dalam sistem pendidikan mempunyai diperlukan
kejelasan peran yang diperlukan untuk memperlancar jalannya mencapai tujuan.
Inovasi yang relevan dalam hal ini adalah peran guru sebagai pemakai media,
maka memerlukan keterampilan menggunakan berbagai macam media, peran guru
sebagai pengelola kegiatan kelompok, guru sebagai anggota team teaching,
dan sebagainya.
Kedelapan, wawasan dan perasaan. Dalam interaksi sosial biasanya dikembangkan suatu
wawasan dan perasaan tertentu yang akan menunjang kelancaran dalam melaksanakan
tugas. Kesamaan wawasan dan perasaan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai
tujuan pendidikan yang ditentukan akan mempercepat tercapainya tujuan. Inovasi
yang relevan dengan bidang ini seperti misalnya wawasan pendidikan seumur
hidup, wawasan pendekatan keterampilan proses, perasaan cinta pada pada
pekerjaan sebagai guru, kesediaan berkorban, kesabaran sangat menunjang
pelaksanaan kurikulum yang disempurnakan, dan sebagainya.
Kesembilan, bentuk hubungan antar bagian. Dalam sistem pendidikan diperlukan adanya
kejelasan hubungan antar bagian atau
mekanisme kerja antar bagian dalam kegiatan untuk mencapai tujuan. Inovasi yang relevan dengan komponen ini misalnya, didakannya
perubahan pembagian tugas antar seksi di kantor depdikbud, di
perguruan tinggi, fakultas, biro pengadministrasi nilai mahasiswa, dan
sebagainya.[9]
Kesepuluh, hubungan sistem yang lain. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam
beberapa hal harus berhubungan atau bekerja sama dengan sistem yang lain.
Inovasi yang relevan dengan bidang ini misalnya: dalam pelaksanaan usaha
kesehatan sekolah perlu bekerja sama dengan departemen kesehatan, dalam
pelaksanaan KKN harus kerjasama dengan pemerintah daerah setempat, dan
sebagainya.
Kesebelas, strategi. Strategi yang dimaksud disini adalah tahap-tahapan kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan inovasi pendidikan. Adapun macam dan pola
strategi yang digunakan akan sangat sukar untuk diklasifikasikan, tetapi secara
kronologi biasanya menggunakan pola urutan sebagai: (1) desain, ditemukannya
suatu inovasi dengan perencanaan penyebarannya berdasarkan suatu penelitian dan
observasi atau hasil penilain terhadap pelaksanaan sistem pendidikan yang sudah
ada, (2) kesadaran dan perhatian, suatu potensi yang sangat menunjang
berhasilnya inovasi ialah adanya kesadaran dan perhatian sasaran inovasi baik
untuk individu maupun kelompok akan perlunya inovasi. Bedasarkan
kesadaran tersebut mereka akan berusaha mencari informasi tentang
inovasi, (3) evaluasi, para sasaran inovasi mengadakan penilaian terhadap
inovasi tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan, tentang kemungkinan dapat
terlaksananya sesuai dengan kondisi dan situasi, pembiayaannya dan sebagainya,
(4) percobaan, para sasaran inovasi mencoba menerapkan inovasi untuk
membuktikan apakah memang benar inovasi yang telah dinilai baik tersebut dapat
diterapkan seperti yang diharapkan. Jika ternyata berhasil maka inovasi akan
diterima dan dilaksanakan dengan sempurna strategi inovasi yang telah
direncanakan.[10]
- Konsep Agen Pembaharuan
Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya
sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses
perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang
disebut sebagai agen perubahan.
Nama yang
diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat suatu
perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. Menurut
Soekanto (1992: 273), pihak-
pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang
atau sekelompok orang yang
mendapat kepercayaan
sebagai pemimpin
satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.[11]
Havelock (1995)
mengemukakan bahwa agen pembaharu adalah orang
yang membantu
terlaksananya perubahan sosial atau
suatu inovasi berencana.
Ibrahim (1988: 100) mengemukakan bahwa
agen pembaharu
(change
agent) ialah orang yang bertugas mempengaruhi
klien agar
mau menerima inovasi sesuai
dengan tujuan yang diinginkan oleh pengusaha
pembaharu. Hal
ini sesuai dengan
yang diungkapkan
Rogers (1983: 313) bahwa: An wide variety of occupations fit our definition of change
agent: teacher, consultants, public health workers, agricultural extention agents,
development workers, sales
people, and many other. All of these
change
agents provide a communication link between a resource system of some kind
(commonly
called a change
agency) and a client system. Dari pengertian
tersebut mencakup berbagai macam pekerjaan seperti: guru, konsultan, penyuluh kesehatan, penyuluh
keluarga berencana, penyuluh
pertanian,
dan
sebagainya, disebut sebagai agen inovasi.
Tugas utama
agen pembaharu adalah melancarkan jalannya arus
inovasi dari pengusaha pembaharu
ke klien. Dalam dunia pendidikan peran ini bisa dilakukan oleh guru sebagai penerus inovasi dari kepala sekolah, bahkan kepala sekolah sebagai penerus dari kebijakan Dinas Pendidikan. Fungsi utama agen pembaharu adalah
sebagai penghubung antara
pengusaha pembaharu (change agency),
dengan klien
(client),
dengan
tujuan
agar
inovasi dapat diterima (diterapkan
oleh klien sesuai dengan keinginan pengusaha pembaharu (Ibrahim, 1988: 102). Kunci utama diterima atau tidaknya inovasi tergantung
dari proses komunikasi yang dilakukan oleh agen pembaharu dengan
klien.[12]
Agen pembaharu harus mampu menjalin hubungan baik dengan pengusaha
pembaharuan dan juga dengan system klien. Adanya kesenjangan heterophily pada kedua
sisi
agen pembaharu
dapat menimbulkan masalah dalam komunikasi. Sebagai penghubung antara kedua system yang berbeda sebaiknya agen pembaharu bersikap
marginal, ia berdiri dengan satu kaki pada
pengusaha pembaharu dan satu kaki yang
lain pada klien. Keberhasilan agen pembaharu dalam melancarkan proses komunikasi
antara pengusaha
pembaharu
dengan klien, merupakan
kunci keberhasilan
proses difusi inovasi. Selain itu agen pembaharu
melakukan seleksi informasi untuk dapat
disesuaikan dengan
masalah dan
kebutuhan klien.
- Kepala Madrasah Sebagai Agen
Pembaharuan
Kepala sekolah/madrasah pada dasarnya adalah seorang
pemimpin pendidikan di sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan maka dituntut untuk
memiliki kemampuan mempengaruhi
membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, serta membina dengan maksud agar
bawahan sebagai media manajemen dalam hubungan ini guru-guru mau bekerja dalam
rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.[13]
Berbagai hal yang dapat dilakukan
oleh seorang kepala sekolah untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan di
sekolah diantaranya adalah melakukan pembaharuan manajemen di sekolahnya atau
melakukan pembaharuan dalam bidang administrasi pendidikan. Danim (2002)
menjelaskan dengan mengutip pendapatnya Coombs bahwa pembaharuan dalam bidang
pendidikan harus diawali dengan revolusi dalam bidang administrasi pendidikan.
Ini berarti sekolah harus dikelola dengan administrasi yang inovatif. Kepala
sekolah atau pemimpin pendidikan yang ingin atau akan sukses dituntut untuk
mengadakan inovasi sehingga mampu menampung dinamika perkembangan yang terjadi
di luar sistem pendidikan. Dengan demikian fungsi pemimpin dalam melakukan
pembaharuan atau inovasi adalah (a) fungsi tanggap terhadap terhadap inovasi,
(b ) fungsi mengharmoniskan atau mengkomplementasikan atau fungsi pembinaan,
dan (c) fungsi pengarahan (Muhadjir. 1983). Lebih lanjut Muhadjir juga
menjelaskan bahwa dalam hubungannya dengan fungsi pemimpin dalam melakukan
pembaharuan tersebut ada dua macam. Pemimpin yang cepat-cepat tanggap terhadap
inovasi, dan pemimpin tidak tanggap terhadap inovasi. Pemimpin yang cepat-cepat
tanggap terhadap inovasi disebutnya dengan pemimpin adopsi inovasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin, hendaknya menjadi pemimpin adopsi inovasi, lebih dari itu
seorang kepala sekolah dalam melakukan inovasi dituntut untuk berani mengambil
resiko, proaktif, dan komitmen pada
tugasnya.
Tugas lainnya yang dilakukan oleh
kepala sekolah sebagai inovator adalah membantu kelancaran jalannya arus
inovasi dari pemerintah, oleh para ahli, para kepala sekolah, atau guru yang
senior terhadap kliennya atau guru-guru junior yang lainnya. Kelancaran jalannya proses arus inovasi atau komunikasi
inovasi tersebut terjadi apabila inovasi yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dari kliennya atau sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Ibrahim (1988) dengan mengutip pendapatnya
Rogers menjelaskan bahwa untuk berhasilnya seorang kepala sekolah melaksanakan
pembaharuan atau inovasi, maka kepala sekolah tersebut supaya berpedoman pada
beberapa faktor.[14]
Pertama, kegigihan yang dilakukan oleh kepala sekolah yang terlihat dari banyaknya
bawahannya yang dihubungi untuk berkomunikasi, banyaknya waktu yang digunakan,
ketepatan memilih waktu, banyaknya keaktifan yang dilakukan dalam proses
inovasi. Keberhasilan pembaharuan kepala sekolah akan berhubungan positif dengan
besarnya usaha mengadakan kontak dengan bawahannya.
Kedua, orientasi pada bawahan. Posisi kepala sekolah harus bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan keberhasilan pembaharuan dalam pendidikan di sekolahnya,
di satu sisi ia juga bekerja bersama dan untuk memenuhi kepentingan bawahannya.
Kepala sekolah/madrasah harus mengambil kebijakan yang
berorientasi pada bawahan,
menunjukkan keakraban dengan bawahannya, memperhatikan kebutuhan bawahan,
sehingga akan memperoleh kepercayaan yang besar dari bawahan. Dengan demikian
keberhasilan kepala sekolah melaksanakan pembaharuan berhubungan positif dengan
orientasi pada bawahan dari pada berhubungan dengan pemerintah sebagai penentu
kebijakan inovasi.
Ketiga, Sesuai dengan kebutuhan bawahan. Banyak terbukti usaha inovasi gagal
karena tidak mendasarkan pada kebutuhan bawahan, tetapi lebih mengutamakan pada
target inovasi sesuai dengan kehendak pemerintah sebagai pembuatan kebijakan inovasi. Sehingga keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan
pembaharuan akan berhubungan dengan kesesuaian program difusi dengan kebutuhan
bahawan.
Keempat, emphati. Kepala sekolah apabila dapat bersikap emphati dalam melaksanakan
komunikasi dengan bawahannya akan sangat mempengaruhi efektifitas komunikasinya. Komunikasi yang efektif akan
lebih memudahkan menerima suatu inovasi.
Kelima, homophily. Homophily adalah pasangan individu yang berinteraksi dengan
memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama misalnya dalam bahasa,
kepercayaan, adat
istiadat. Biasanya agen pembaruan akan lebih
suka komunikasi dengan bawahan yang memiliki persamaan dengan dia.[15]
Keenam, kontak kepala sekolah dengan bawahannya yang berstatus lebih rendah.
Sebenarnya bawahan yang lebih rendah kemampuan ekonominya, bawahan yang lebih
rendah pendidikannya, harus lebih banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari
kepala sekolah.
Ketujuh, para profesional. Pembantu para profesional ialah orang yang bertugas
membantu kepala sekolah agar terjadi hubungan dengan bawahan yang berstatus
lebih rendah. Pembantu para profesional dari segi pengetahuan tentang
pembaharuan dan teknik penyebaran inovasi kurang dari kepala sekolah. Tetapi
dia akan lebih dekat dengan bawahan sehingga memungkinkan untuk kontak secara
lebih banyak.
Kedelapan, kepercayaan bawahan terhadap kepala sekolah. Pembantu agen pembaharu
kurang memperoleh kepercayaan dari bawahan, jika ditinjau dari kompetensi
profesional karena memang ia bukan profesional. Tetapi pembantu para kepala
sekolah memiliki kepercayaan dari bawahannya karena adanya hubungan yang lebih akrab
sehingga tidak timbul kecurigaan. Bawahan akan percaya kepada pembantu kepala sekolah karena keyakinannya
akan membawa kebaikan bagi dirinya yang disebut kepecayaan keselamatan.
Kesembilan, kemampuan bawahan untuk menilai inovasi. Salah satu keunikan kepala
sekolah dalam inovasi adalah memiliki kemampuan teknik yang menyebabkan ia
berwewenang untuk bertindak sesuai dengan keahliannya. Namun untuk dapat
berhasil inovasi tersebut bawahan dituntut untuk memiliki kemampuan teknik dan
kemampuan dalam menilai potensi inovasi yang dicapainya sendiri.[16]
Kepala sekolah/madrasah sebagai agen pembaharuan, berperan penting dalam pengembangan pembelajaran.
Tugas pokok dalam pengembangan pembelajaran adalah menilai efektivitas program,
mengkaji, pengembangkan
dan mengimplementasikan
program-program pengembangan
(Gorton, 1976:215). Sebagai agen pembaharuan, tugas kepala sekolah/madrasah dalam pembaharuan adalah mendiagnosis
kebutuhan
pembaharuan, mengembangkan dan menyeleksi pembaharuan, memberikan orientasi kepada guru-guru, mengantisipasi masalah dan resistensi
terhadap perubahan, implementasi pembaharuan, dan mengevaluasi implementasi pembaharuan dan perbaikan
jika
diperlukan,
(Gorton, 1976: 68).[17]
- Analisis
Kepala sekolah sebagai agen pembaharuan, berperan
penting dalam mengembangkan sebuah lembaga pendidikan. Berbagai hal yang dapat dilakukan oleh seorang kepala sekolah/madrasah untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan di sekolah diantaranya adalah
melakukan pembaharuan manajemen di sekolahnya atau melakukan pembaharuan dalam
bidang administrasi pendidikan.
Pembaharuan dalam bidang pendidikan diawali dengan
revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Ini berarti sekolah harus
dikelola dengan administrasi yang inovatif. Kepala sekolah atau pemimpin
pendidikan yang ingin atau akan sukses dituntut untuk mengadakan inovasi
sehingga mampu menampung dinamika perkembangan yang terjadi di luar sistem
pendidikan. Fungsi pemimpin dalam melakukan pembaharuan atau
inovasi adalah fungsi tanggap terhadap inovasi, fungsi mengharmoniskan atau mengimplementasikan atau fungsi pembinaan, dan fungsi
pengarahan.
Sebagai agen pembaharuan, tugas kepala sekolah/madrasah dalam pembaharuan; mendiagnosis
kebutuhan
pembaharuan, mengembangkan dan menyeleksi pembaharuan, memberikan orientasi kepada guru-guru, mengantisipasi masalah dan resistensi
terhadap perubahan, implementasi pembaharuan, dan mengevaluasi implementasi pembaharuan dan perbaikan
jika
diperlukan.
- Kesimpulan
Inovasi adalah suatu gagasan,
barang, kejadian, teknik-teknik, metode-metode, atau praktik yang
diamati, disadari, dirasakan, diterima dan digunakan sebagai suatu hal yang
baru oleh seseorang atau kelompok sebagai hasil diskoferi dan invensi. Dalam
konteks sosial inovasi diberikan pengertian sebagai perubahan sosial yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu
masalah tertentu. Perubahan sosial tersebut dalamnya
mencakup dimensi proses kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada
pembaharuan, dan memiliki nilai tambah.
Agen pembaharu adalah sejumlah orang yang
mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses
perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang
disebut sebagai agen perubahan.
Nama yang
diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat suatu
perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. pihak- pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang
atau sekelompok orang yang
mendapat kepercayaan
sebagai pemimpin
satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sebagai agen pembaharuan, tugas kepala sekolah/madrasah dalam pembaharuan; mendiagnosis
kebutuhan
pembaharuan, mengembangkan dan menyeleksi pembaharuan, memberikan orientasi kepada guru-guru, mengantisipasi masalah dan resistensi
terhadap perubahan, implementasi pembaharuan, dan mengevaluasi implementasi pembaharuan dan perbaikan
jika
diperlukan.
[1] http://www.slideshare.net/bahrurrosyididuraisy/manajemen-pembaharuan diakses pada tanggal 18/11/2016.
[2]http://www.slideshare.net/bahrurrosyididuraisy/manajemen-pembaharuan diakses pada tanggal
18/11/2016.
[4]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[6]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[7] http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[8]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[9]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[10]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[11]
http://keindahanmatematika.wordpress.com/2014//27/agen-pembaharu/
diakses pada tanggal 18/11/2016.
[12]
http://keindahanmatematika.wordpress.com/2014//27/agen-pembaharu/
diakses pada tanggal 18/11/2016.
[13]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[14]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[15]
http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[16] http://www.teoripendidikan.com/2015/02/kepala-sekolah-sebagai-inovator.html
diakses pada tanggal 23/11/2016.
[17] http://www.slideshare.net/bahrurrosyididuraisy/manajemen-pembaharuan diakses pada tanggal
18/11/2016.
Komentar
Posting Komentar