SELEKSI SUMBER DAYA MANUSIA YANG EFEKTIF



SELEKSI SUMBER DAYA MANUSIA
Oleh: Afif Mustain

       Pengertian Seleksi sumber daya manusia menurut Faustino, adalah “Suatu proses mempertemukan syarat yang dituntut oleh suatu jabatan dengan orang yang mempunyai syarat itu.[1] Sedangkan menurut Wilson “Seleksi adalah proses memilih calon karyawan  yang memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan pekerjaan.”[2] Menurut Ike kusdyah Seleksi adalah “Serangkaian kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau ditolak.”[3]
       Jadi, Seleksi sumber daya manusia adalah “Suatu proses memilih sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan pekerjaan untuk ditempatkan pada pekerjaan yang dibutuhkan organisasi.”
       Prinsipnya orang yang diterima adalah dapat bekerja sebagaimana mestinya dan cocok dengan lingkungan kerjanya. Seleksi dan Penempatan merupakan langkah yang diambil segera setelah terlaksananya fungsi rekrutmen. Seperti halnya fungsi rekrutmen, proses seleksi dan penempatan merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen sumber daya manusia, karena tersedia atau tidaknya pekerja dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, diterima atau tidaknya pelamar yang telah lulus proses rekrutmen, tepat atau tidaknya penempatan seorang pekerja pada posisi tertentu, sangat ditentukan oleh fungsi seleksi dan penempatan ini. Jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Langkah-langkah Seleksi Sumber Daya Manusia:[4]
1.      Menerima Lamaran Kerja
Surat lamaran kerja yang diterima menunjukkan minat dari pelamar untuk memenuhi permintaan perusahaan dalam pekerjaan. Lamaran kerja yang lengkap memberikan informasi awal mengenai pelamar kerja, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, minat, dan posisi yang diingikan, upah yang diinginkan, serta keahlian khusus pelamar. Informasi yang relevan perlu dimasukkan sebagai bahan pertimbangan selanjutnya.
2.      Wawancara Pendahuluan
Wawancara pada tahap ini biasanya dilakukan dalam waktu sangat singkat, sasarannya di sini untuk mengetahui kesungguhan pelamar bekerja pada perusahaan yang dilamar. Pertanyaan yang diajukan sangat sederhana, namun demikian sebagian pelamar akan tersisih, pada tahap ini akan dinilai penampilan, dan cara berkomunikasi. Beberapa hal yang biasa ditanyakan pada tahap ini mengenai motivasi pelamar, gaji, dan pekerjaan yang diinginkan, serta pengalaman dan prestasi kerja yang pernah diraih pada organisasi lain. Hasil wawancara pendahuluan akan menentukan untuk mengikuti proses seleksi berikutnya. Penilaian dilakukan atas hasil yang memenuhi syarat, memberi kesan yang baik bagi pewawancara sehingga diikutsertakan pada proses seleksi berikutnya.
Wawancara pendahuluan berguna untuk melihat secara cepat apakah pelamar cocok untuk pekerjaan yang ditawarkan.[5] Wawancara dapat dilakukan untuk melihat pengalaman kerja, tingkat gaji yang diinginkan, dan kemauan untuk dimutasi atau dipromosikan. Wawancara ini biasanya tidak dilakukan apabila pelamar kerja jumlahnya cukup besar karena akan memakan biaya dan tidak efesien.
3.      Tes Psikologi
Sebagian besar perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil, melaksanakan tes psikologi dalam proses seleksi. Namun demikian, ada sebagian perusahaan kecil yang tidak melaksanakan tes psikologi sebagai dasar memilih calon karyawan terbaik, tetapi lebih mempercayakan pada seleksi wawancara saja. Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan sangat rumit dilaksanakan dan membutuhkan biaya yang relatif besar. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja karyawan yang baik ditentukan oleh tes psikologi.
Tes ditujukan untuk melihat kemampuan sebenarnya dari pelamar. Hal ini dapat pula untuk menguji respons pelamar yang sebenarnya terhadap pekerjaan dan tugas yang akan dijalani. Tes ini bisa bervariasi pada berorganisasi, anatar lain tes pengetahuan, tes kecerdasan, tes kepribadian, tes psikologis, tes kemampuan komputer, tes minat serta bakat, dan lain-lain. Tes tersebut bergantung pada jenis pekerjaan yang akan diisi pelamar.
Berbagai macam bentuk tes psikologi yang dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon karyawan. Ada bentuk tes psikologi yang dilakukan secara tertulis, lisan, atau praktek. Demikian pula, ada tes yang mempunyai batas waktu, misalnya tes kecepatan. Tujuannya tes psikologi adalah untuk memperoleh informasi tentang kemampuan calon karyawan. Tergantung persyaratan yang dituntut suatu pekerjaan, ada beberapa jenis tes yang biasa digunakan yaitu:[6]
1)      Tes kecerdasan
Tes kecerdasan adalah menguji kemampuan intelektual seseorang secara umum, yang berkaitan dengan kegiatan mental (kognitif). Tes ini dapat digunakan untuk mengukur daya ingat, kecepatan berhitung, kosa kata, dan kefasihan berbicara. Kecerdasan seseorang akan diperoleh dengan berpikir logis (logical thinking) baik pola deduktif maupun induktif, pemahaman verbal, ingatan, dan kemampuan berhitung.
2)      Tes kemampuan psikomotor
Tes ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan psikomotor, sperti ketangkasan jemari, ketangkasan manual, dan waktu rekreasi. Beberapa jenis tes psikomotor antara lain, the crawford small parts dexterity tes adalah tes psikomotor yang digunakan untuk mengukur ketangkasan bagian kecil, mengukur kecepatan, dan akurasi penilaian sederhana, kecepatan jemari, tangan, dan pergelangan lengan.
Pada sisi lain, kemampuan fisik (physical ability) mempunyai kepentingan yang sama dengan kemampuan intelektual, tergantung pada jenis dan persyarataan pekerjaan. Untuk mengukur kemampuan fisik seseorang apakah sesuai dengan persyaratan pekerjaan dilakukan tes kemampuan fisik.. Kemampuan fisik meliputi kekuatan statis, kekuatan dinamis, koordinasi badan, serta daya tahan tubuh atau stamina. Tes fisik ini mempunyai arti yang sangat penting untuk keberhasilan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan dengan menggunakan intelegensi.
3)      Tes bakat
Tes bakat adalah suatu bentuk tes yang digunakan untuk mengetahui potensi yang dimiliki individu untuk dapat dikembangkan. Tes bakat penting dilaksanakan untuk beberapa jenis pekerjaan, antara lain, mekanis, tata usaha, bahasa, musik, dan akademik. Untuk jenis pekerjaan tata usaha, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan perbendaharaan kata perkantoran (office vocabulary).
4)      Tes kepribadian dan minat
Kepribadian merupakan perpaduan unik dari sejumlah karakteristik individu yang memengaruhi interaksi dengan lingkungannya. Tes kepribadian ini digunakan untuk mengukur aspek-aspek dasar kepribadian pelamar, seperti introversi, stabilitas, dan motivasi.
Beberapa tes ini bersifat proyektif. Hal ini berarti mendorong pemikiran bercabang, seperti suatu noda tinta atau gambaran buruk yang digambarkan seseorang saat mengerjakan tes. Kemudianvpelamar diminta menginterpretasikan atau menggambarkan hal tersebut. Dari sikap ini akan muncul gambaran tentang emosi pelamar. Tes kepribadian merupakan tes proyektif, yang lebih sulit untuk dievaluasi. Tes ini digunakan oleh ahli untuk meneliti penggambaran dan reaksi peserta tes tentang personal tes tersebut. Hasilnya, kemampuan atau ciri kepribadian dan kesuksesan dalam bekerja akan terlihat.[7]
Tes minat (interest test) adalah suatu tes yang mengukur keinginan pelamar atas pekerjaan-pekerjaaan pada suatu situasi yang berbeda. Tes minat memiliki kegunaaan dalam perencanaan karir, seseorang akan mungkin mengerjakan pekerjaannya dengan lebih baik karena sesuai dengan pekerjaan yang diminatinya.
5)      Tes prestasi
Tes prestasi (achievement test) adalah jenis tes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan bekerja seseorang. Tes ini mengukur pengetahuan kerja seseorang dalam bidang pekerjaan tertentu.
4.      Pemeriksaan Referensi
Pemeriksaan referensi bertujuan untuk memeperoleh keterangan pelamar di masa lampau. Berdasarkan surat keterangan itu dapat memberikan informasi tentang pengetahuan, keterampialn, dan kemampuan yang dimiliki calon karyawan. Banyak hal lain yang dapat diperoleh dengan memeriksa referensi pelamar seperti karir, prestasi kerja, latar belakang pendidikan, dan lain sebagainya.
Referensi dapat diperoleh dari beberapa sumber, salah satu diantaranya adalah berasal dari pelamar itu sendiri. Para pelamar menyampaikan keterangan tentang dirinya sendiri, baik mengenai identitas dirinya, pendidikan, keterampilan, pengalamannya, dan lain sebagainya. Referensi juga dapat diperoleh dari keluarga dan kerabat dekat pelamar. Tidak dipandang dari mana sumber referensi, hal yang paling penting diperhatikan  di sini adalah kejujuran pemberi referensi.[8]
5.      Wawancara Seleksi
Setelah tes terdahulu selesai, wawancara seleksi dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang pelamar. Hal ini dapat pula digunakan untuk memperoleh informasi yang diberikan secara tertulis. Wawancara dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk mengetahui kemampuan sebenarnya dari calon pelamar. Tidak jarang terdapat ketidakcocokan informasi yang disampaikaan pelamar pada formulir lamaran dan resume.
Melalui wawancara seleksi, pewawancara dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan calon karyawan dengan persyaratn pekerjaan. Pewawancara menilai secara subjektif calon karyawan melalui raut wajah, penampilan, dan cara berbicara. Dengan demikian, dengan mudah dapat mendeteksi kebohongan atas informasi yang disampaikaan secara tertulis oleh pelamar.[9]
Wawancara bisa menjadi tidak efektif bila, pertama, pewawancara sendiri tidak menguasai topik wawancara. Kedua, pewawancara sering kali memberikan pertanyaan yang tidak relevan sehingga pelamar akan menjawab panjang lebar dan mengaburkan tujuan sebenarnya. Ketiga, pewawancara tidak mendengarkan  dengan baik calon pelamar menjawab pertanyaan. Sehingga hasil wawancara tidak optimal.
Wawancara yang baik memfokuskan pada upaya melihat kemampuan calon tenaga kerja dan kesesuaian persyaratan kerja.[10] Wawancara semacam itu diharapkan dapat melihat kemungkinan keberhasilan calon dalam menjalankan pekerjaannya. Wawancara sering kali memberikan  deskripsi yang kurang realistis terhadap organisasi atau pekerjaan. Karena pewawancara biasanya ingin menunjukan bahwa pelamar akan mempunyai harapan yang tinggi dan akan kecewa bila pengharapan itu tidak sesuai dengan apa yang dilihat dan didengar pelamar pada saat bekerja. Karena itu, pewawancara diharapkan memberikan gambaran yang realistis tentang organisasi, baik kebaikan serta kelemahan yang dimiliki.
Wawancara dapat diklasifikasikan  atas  empat cara, yaitu:[11]
a.       Wawancara tingkat struktur          
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang mengikuti serangkaian urutan pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Wawancara seperti ini baik karena model pertanyaan yang diajukan pada pelamar sesuai dengan persyaratan pekerjaan. Namun kelemahannya, wawancara model ini akan menutup atau sulit mendapat informasi lebih luas tentang pelamar.
Wawancara tidak struktur, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sering secara spontan yang timbul dalam pikiran pewawancara. Jenis wawancara ini tepat sekali bagi pewawancara sudah berpengalaman. Pewawancara dapat bertanya pada berbagai aspek. Pewawancara dapat menggunakan spesifikasi pekerjaan sebagai pedoman wawancara.[12] Kelemahannya pertanyaan menjadi tidak terarah dan informasi utama yang ssebenarnya ingin digali malah tidak terjawab dari pelamar.
b.      Menurut tujuan
Wawancara stress, adalah sebuah wawancara di mana pelamar dibuat jengkel dengan serangkaian pertanyaan yang bersifat menyudutkan, apakah pelamar akan terpengaruh atau berubah dalam menghadapi situasi penuh tekanan.[13] Wawancara ini termasuk model terstruktur karena pertanyaan sudah disiapkan sebelumnya. Tujuan wawancara ini untuk beberapa posisi pekerjaan yang berhubungan langsung dengan pelanggan, di mana pelamar akan menghadapi situasi yang rumit dan sulit dalaam menghadapi keinginan pelanggan yang beragam.
Wawancara penilaian, adalah wawancara pada pelamar di mana mereka diminta untuk menjelaskan keputusan atau tindakan apa yang akan dilakukan apabila menghadapi situasi yang mendesak dalam organisasi. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana perilaku pelamar apabila menghadapi konflik dalam organisasi.
c.       Menurut isi wawancara
Wawancara yang berisi serangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan jabatan yang akan diberikan pada pelamar dan difokuskan pada cara pelamar bertindak pada situasi tertentu. Paling tidak pewawancara mengenal sikap dan perilaku awal dari pelamar sebelum menjabat pada posisi tertentu di organisasi.
d.      Menurut cara wawancara
Wawancara panel, adalah wawancara yang dilakukan lebih dari satu orang  atau secara berkelompok terhadap seorang pelamar. Pertanyaan dan jawaban sudah disiapkan sebelumnya. Wawancara ini bisa berfungsi baik karena penilaian setiap pewawancara dapat dicocokkan dengan pewawancara lain.
Wawancara serial adalah wawancara di mana pelamar diwawancarai secara berurutan oleh beberapa orang dan masing-masing menilai pelamar berdasarkan bentuk standar yang ditetapkaan organisasi.
6.      Persetujuan Atasan Langsung
Para atasan atau supervisor ingin bertemu secara langsung dengan calon bawahannya, karena merekalah nanti yang selalu berhubungan dalam melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Tindakan ini dilakukan agar terdapat keserasian hubungan antara pekerja dengan supervisor. Karena pentingnya hubungan itu, maka sewajarnyalah para supervisor ingin mengetahui tentang kepribadian atau karakteristik calon bawahannya
Proses kegiatan ini merupakan langkah wawancara yang ketiga, atasan langsung ingin memperoleh informasi tentang kesesuaian calon karyawan dengan bidang pekerjaannya.
7.      Tes atau Pemeriksaan Kesehatan
Perusahaan umumnya membutuhkan calon karyawan yang sehat jasmani dan rohani untuk dipekerjakan pada bidang pekerjaan tertentu. Pemeriksaan kesehatan biasa dilakukan pada rumah sakit atau tempat klinik kesehatan yang dipercaya perusahaan. Kesehatan dilakukan untuk memastikan kemampuan jasmani pelamar dengan persyaratan pekerjaan. Termasuk di dalamnya adalah kesehatan fisik, mata, pendengaran, dan lain sebagainya. Tujuan utama dilakukannya tes ini adalah menghindari diterimanya karyawan yang tidak sehat jasmani.
Tujuan lain dari tes kesehatan adalah untuk menghindari tuntutan biaya kesehatan bila calon karyawan dipekerjakan. Karyawan yang sering sakit akan mengeluarkan biaya yang relatif besar. Biaya kesehatan karyawan merupakan tanggungjawab perusahaan yaang dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan.[14]
8.      Pengambilan Keputusan
Setelah pelamar melalui serangkaian tes, Organisasi akan mengambil keputusan dengan menwarkan tawaran kerja dengan beberapa car seperti pemeberitahuan lewat pos, telepon, media massa, atau pengumuman di tempat seleksi. Calon yang tidak diterima sebaiknya diberitahu diserati alasan penolakan. Alasan penolakan dapat dibuat standar untuk menghindari kesalahan atau perbedaan interpretasi. Pengambilan keputusan dalam memberikan penawaran kerja ini sangat penting dan strategis sebab akan menentukan keberadaan pelamar dalam pekerjaan dan posisi jabatan yang akan ditanggung nanti.[15]
                       
                        Sumber:
                        Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta : Andi Offset,2003 ).
Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal 159.
Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008),



[1] Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta : Andi Offset,2003 ) hlm 117.
[2] Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal 159.
[3] Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008), hal 99.
[4]Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 161.
[5] Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 102.
[6] Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal  181-186.
[7] Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 102.
[8] Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 167.
[9] Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 168.
[10] Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 103.
[11] Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 104-105.
[12] Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 187.
[13] Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 104.
[14] Wilson Bangun, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 169.
[15] Ike Kusdyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, hal 108.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AWAL MULA PERMAINAN FUTSAL